Pemotongan Gigi

Sistem kepercayaan Bali, upacara membantu orang-orang melepaskan diri dari kekuatan tak terlihat dari kejahatan - gigi adalah simbol nafsu, keserakahan, kemarahan, ketidakamanan, kebingungan dan kecemburuan. Mengarsipkan gigi karenanya membuat seseorang menjadi lebih baik secara fisik dan lebih indah secara rohani, serta melambangkan ritus peralihan untuk seorang remaja ke masa dewasa.

Bilamana mungkin, si filer adalah anggota dari kasta tertinggi, Brahmana (pendeta). Mereka dikenal sebagai Sangging, dan menggunakan alat sederhana untuk melakukan pekerjaan mereka - file, palu kecil, dan pengukir. Ini dimurnikan dengan air suci sebelum upacara oleh seorang imam awam. Barang-barang yang disediakan oleh keluarga termasuk cermin, sepotong tebu, dan beberapa kelapa muda. Orang yang memiliki gigi mereka harus tetap dalam isolasi di dalam ruangan untuk sepanjang hari sebelum upacara, agar tetap terlindung dari pengaruh negatif sihir - sementara mereka masih dianggap "belum matang", sebelum upacara, mereka sangat rentan untuk pengaruh roh jahat. Artefak yang ditemukan di kabupaten Buleleng telah disegel kembali bahwa orang Bali telah mengadakan upacara pengajuan gigi selama lebih dari 2000 tahun, karena itu pada mulanya bukan upacara Hindu. Namun, di tengah-tengah masuknya pengaruh lain di pulau itu, tradisi tetap ada, sekarang telah terserap ke dalam sistem kepercayaan yang didominasi Hindu yang lazim di pulau itu. Pokok dari karma phala menunjukkan bagaimana orang Bali selalu menghubungkan peristiwa masa kini dengan masa lalu: karma berarti "tindakan" atau "sikap" dan Phala berarti "efek". Upacara biasanya diadakan antara pukul 04.00 hingga 6.00 pagi, sebelum matahari terbit, dan disertai dengan lagu-lagu religius. Setelah upacara pengajuan gigi, remaja dianggap dewasa. Dalam beberapa tahun terakhir, keluarga-keluarga telah melakukan upacara anak-anak mereka dalam sebuah kelompok untuk dapat melakukan penghematan.