KABUPATEN BANGKALAN, Jawa Timur
Secara umum beliau disebut R. Abdul Kadirun walaupun dalam Prasasti yang terukir di Mihrab Masjid Agung Bangkalan, terukir Maulana Abdul Kadir bin Almarhum Maulana Abdurrahman.
Beliau adalah Putra kedua Sultan Abduh (Sultan R. Abdurrahman Cakraadiningrat I) dari 13 bersaudara. Ibunya adalah R. Ayu Saruni Permaisuri ke 2 Sultan R. Abdurrahman, Cangga (Cucu Buyut) dari Pangeran Cakraningrat II (Panembahan Siding Kamal). Perlu dijelaskan bahwa R. Ayu Saruni, Pasareannya ada di Buju’ Aghung Dedelan (Pasarean keluarga Kerajaan di luar Kraton, sekarang Jl. KH. Moh. Toha RT.2 / RW. 06 dalam lingkungan Pondok Al-Ikhlas Bangkalan). Asuhan KH. Zainuddin, SH.
Catatan sejarah tentang Tahun Kelahiran Sultan R. Abdul Kadirun tidak tertulis dengan pasti tapi penulis memberanikan diri menghitung mundur, tahun lahir beliau berasal dari tahun wafat beliau, bahwa Sultan R. Abdul Kadirun wafat pada tahun 1847 M, dalam usia 69 Tahun.
Jadi, Insya Allah Beliau dilahirkan pada tahun 1778 Masehi (1847-69). Sejak muda Beliau selalu mendapat tugas-tugas berat dari ayah beliau, misalnya pada tahun 1880 Masehi pada usia yang masih sangat muda (22 tahun), Sultan R. Abdul Kadirun atau disebut juga R. Tumenggung Mangkudiningrat, telah memimpin Pasukan Bangkalan sebanyak 500 orang dalam perang melawan Inggris pada Perang Cilincing di Batavia, sekarang Jakarta.
Tak lama kemudian dalam usia 23 tahun karena keberanian dan jasa-jasanya, Beliau mendapat Gelar Pangeran disertai hadiah-hadiah berupa Talam Emas itu terjadi dalam tahun 1801 Masehi, dua tahun kemudian pada usia 25 tahun, Beliau dipersiapkan sebagai Raja Muda (Ratoh Megang) untuk menggantikan ayah Beliau, dengan Gelar Pangeran Adipati, itu terjadi pada tahun 1803 Masehi.
Sebagai seorang Raja Muda pada tahun 1803 Masehi dengan membawa kekuatan Pasukan Bangkalan sebanyak 1000 orang Beliau berangkat ke Daerah Cirebon, berperang dan berhasil menekan perlawanan R. Bagus Idum, yang sangat sangat ditakuti oleh Belanda, sehingga beliau mendapat Penghargaan berupa Keris Indah bergagang Emas Bertabur Intan, yang sekarang tersimpan di Museum Betawi Jakarta Pusat (semoga TreTans suatu saat bisa kesitu). Tahun 1815 Masehi, Sultan R. Abdurrahman Cakraadiningrat 1 wafat, sehingga dalam usia 37 tahun, Sultan R. Abdul Kadirun naik tahta kerajaan Madura Barat III, saat itu pula Bangsa Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya kepada Kompeni Belanda (Senin, Syawal 1743 Tahun Jawa) atau Tahun 1815 Masehi.
Gubernur Jendral Baron Van Der Capellen tahun 1824 Masehi meminta bantuan Sultan R. Abdul Kadirun untuk mengirim Pasukan Bangkalan Madura dalam Perang Bone di Sulawesi. Pasukan ini dipimpin oleh putra ke-8 Beliau, yaitu Pangeran Suryo Adiningrat (Pangeran Sorjah), dengan Kekuatan 900 Pasukan Bedil, 600 orang prajurit bersenjata tombak, 80 orang Pasukan Berkuda, 2 buah meriam.
Bahwa kecakapan tempur Pasukan Bangkalan Madura ini, saat itu benar-benar menggetarkan seluruh jawa. Pasukan ini berangkat ke Sulawesi Selatan dan bekerja sama dibawah komando Mayor Van Geen, dalam perang itu pula Calon Putra Mahkota Sultan R. Abdul Kadirun, Pangeran Adipati Seco Adiningrat IV (R. Moh. Yusuf) dan menantu Sultan Pangeran Atmojo Adiningrat. Pangeran Suryo Adiningrat mendapat Pangkat Letnan Kolonel dan Mayor.
Tujuh bulan berada di Bone, Pasukan Bangkalan Madura ini, ditarik kembali ke Madura dan 2 tahun kemudian tahun 1883 Masehi kembali Pasukan Bangkalan Madura dikirim ke Jogjakarta dalam Perang Diponegoro. Enam bulan berperang disana, Pangeran Seco Adiningrat IV (R. Moh. Yusuf putra ketujuh Sultan), menjadi Kolonel dan Pangeran Suryo Adiningrat , Pangeran Atmojo Adiningrat berpangkat Letnan Kolonel.
Tahun 1831 Masehi, Korps Barisan dibentuk di Madura dan 2 tahun kemudian 1833 Masehi kembali Pasukan Bangkalan Madura diberangkatkan dalam perang Jambi, kali ini pemimpin pasukannya adalah Pangeran Adinegoro (Ibrahim). Putra ke-18 dari Ibu Nyai Djai, tahun 1846, Pasukan Bangkalan Madura berangkat dalam ekspedisi yang pertama di bawah pimpinan Pangeran Adinegoro dalam Perang Bali.
Dapat diambil kesimpulan bahwa masa pemerintahan Sultan R. Abdul Kadirun, seolah-olah disibukkan oleh masa-masa perang, itu tidak berarti Beliau meninggalkan tugas Kepemerintahannya yang lain, satu contoh bahwa sebagai seorang Satrio Pinandito (Ulama dari Umaroh yang bersatu dalam pribadi Beliau), Sayyidin Panotogomo, Beliau telah membuka Masjid Kraton Kerajaan untuk kepentingan Ibadah Rakyat Umum (Masjid Agung Bangkalan yang dipakai sampai sekarang).
Uraian tentang hal tersebut diatas dapat dibaca dalam buku Sultan R. Abdul Kadirun hubungannya dengan Masjid Agung Bangkalan, karya tulis (R. Moh. Sasra).
Beliau mendasarkan watak kepemimpinannya pada Asta Brata, 8 sifat Kepemimpinan dari sudut pandang Budaya Jawa (tertulis dalam buku : Alm. Sumarsaid Murtono), yaitu :
1. Demawan (Indra)
2. Tegas (Yama)
3. Ramah Tamah (Suya)
4. Kasih Sayang (Candra)
5. Cermat (Bayu)
6. Pemberi Kegembiraan (Kuwera)
7. Cerdas (Baruna)
8. Keberanian (Brahma)
Akhirnya pada hari Kamis Legi II Syafar, 1775 tahun Jawa atau tanggal 28 Januari 1847 Masehi, Sultan R. Abdul Kadirun Cakradiningrat II atau Sultan R. Abdul Kadirun, berpulang ke Rahmatullah pada usia 69 tahun, jenazah beliau dikebumikan di Pasarean Congkop (Makam Raja Bangkalan dan Keluarganya), di belakang Masjid Agung Bangkalan.
Kategori | Jumlah |
---|---|
Wisata Alam | 64 |
Wisata Buatan | 43 |
Wisata Budaya | 31 |
Taman Nasional | 3 |