KABUPATEN ACEH SELATAN, Aceh
Masyarakat Aceh seperti budaya Pasundan juga memiliki seni pertunjukan yang mempertontonkan kesaktian kebal terhadab hunusan senjata tajam. Di Jawa dikenal dengan istilah Debus. Aceh mengenalnya dengan nama Rapai Daboh.
Rapai Daboh salah satu bentuk sikap religius dengan unsur mistis. Awalnya, Rapai Daboh adalah bagian dari upacara keagamaan yang dilakukan oleh aliran tarekat sufi dari kelompok rifa’iyyah. Kemudian pada awal abad 19 M menambahkan unsur gendang mengiringi zikir dan memamerkan ilmu kebal kepada masyarakat. Pertunjukan ini menyerupai atraksi bela diri dengan menguji ketahanan fisik sorang pemainnya dengan alat–alat senjata tajam seperti rencong, pedang, pisau, dan benda tajam lainya. Rapai sendiri merupakan alat musik kendang berukuran cukup besar yang dimainkan oleh satu orang untuk mengiringi pemain lainya yang melakukan adegan Daboh atau debus. Era Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636) Kesenian Rapai Daboh dilarang ditampilkan. Dengan alasan Syekh Abdurrauf (Syiah Kuala) yang menjadi penasehat Sulthan Iskandar Muda mengharamkan permainan Rapai Daboh ini dengan alasan terdapat beberapa hal yang melanggar syariat Islam.
Permainan ini hanya bisa dilakkan oleh orang dewasa, terdiri dari delapan sampai dua bulas orang. Pemain debus atau Peu Daboh berjumlah dua sampai empat orang. Pemimpin permainan ini disebut Khalifah atau pawang yang mengendalikan Peu Daboh agar terhindar dari kecelakaan yang tidak diinginkan.
Ada 2 (dua) jenis kesenian Rapai Dabohdi Aceh Selatan yaitu: Dabus Rapai Ngadap Yaitu kesenian dabus yang hanya menggunakan alat musik rapai tanpa zikir. Acara kesenian ini umumnya dilakukan pada malam Jum’at di Meunasah. Kedua Dabus Rapai Biasa Yaitu kesenian dabus yang ditampilkan sebagai hiburan para perayaan, peringatan dan acara-acara lainnya.
sumber: TEMPO, datatempo.co/Lourentius EP
Kategori | Jumlah |
---|---|
Wisata Alam | 64 |
Wisata Buatan | 6 |
Wisata Budaya | 18 |
Taman Nasional | 4 |