KOTA PAREPARE, Sulawesi Selatan
Desa Wisata Bacukiki merupakan wilayah bekas Kerajaan Bacukiki yang berdiri sekitar abad XV. Para pengunjung yang hendak memasuki perkampungan Watang Bacukiki seolah sudah merasakan hawa mistis kampung tersebut. Saat memasuki perkampungan ini, dapat dijumpai sebuah batu besar berukuran tinggi, kurang lebih delapan meter dan lebarnya mencapai 10 meter. Batu tersebut berada tepat di jalan masuk kampung dan membedah jalan.
Batu tersebut dianggap keramat bagi penduduk sekitar dan menjadi simbol dari penamaan wilayah ini. Bacukiki berasal dari kosa kata Bugis ’Batukiki’ yang berarti Batu Meringkik.
Dari keterangan penduduk setempat, batu tersebut berasal dari atas bukit Bacukiki. Konon ceritanya, batu ini berpindah sendiri dari tempat asalnya. Hingga sekarang ini, batu besar tersebut diyakini sebagai batu keramat. Karena tak jarang baik penduduk setempat dan penduduk luar daerah Parepare memberikan sesajen. Namun tidak diketahui pasti hari pemberian sesajen itu.
Bukan hanya warga setempat yang biasa melakukan ritual sesajen di batu keramat itu. Akan tetapi, banyak dari warga dari luar yang datang melakukan ritual dengan berbagai macam permintaan yang mereka minta. Kini masyarakat setempat berharap batu tersebut tidak mengeluarkan suara seperti ringkikan kuda.
Konon, jika dari batu terdengar ringkikan kuda, menandakan datangnya salah satu dari tiga hal yakni; adanya kematian di kalangan istana, akan ada wabah penyakit menyerang kampung, dan adanya musibah seperti kebakaran. Penduduk setempat menyatakan suara ringkikan kuda itu terakhir terdengar sepuluh tahun lalu dari batu yang berada persis di belakang rumah dinas kepala sebuah sekolah dasar ketika seorang menantu dari penguasa terakhir Kerajaan Bacukiki meninggal dunia. Kini, rumah dinas itu dibiarkan terbengkalai tak berpenghuni karena tak seorang pun berani menempatinya.
Sisa-sisa peninggalan kerajaan kini disimpan di Museum Labangengnge’, sementara pada bekas berdirinya Saoraja (istana raja) kini berdiri sebuah mesjid yang berada tepat di depan Kantor Kelurahan Wattang Bacukiki.
Sebagai wilayah peninggalan zaman kerajaan, sebagian masyarakat desa ini masih memelihara keyakinan mereka pada Dewata Sewuae. Sebuah kepercayaan sebelum datangnya Islam ke bumi Sulawesi. Para penganut kepercayaan itu dikenal dengan nama Tau Lotang yang banyak tersebar di kabupaten lain yaitu Sidrap dan Wajo.
Tak jauh dari dari desa ini terdapat sebuah bukit yang bernama Bulu Ruangnge. Penganut Tau Lotang meyakini bahwa di bukit inilah ’To Manurung’ pertama kali menampakkan diri. To Manurung inilah yang menjadi awal adanya raja-raja yang memerintah Kerajaan Bacukiki. Setiap akhir Januari, kaum Tau Lotang ini berkumpul di Bulu Ruangnge mengadakan ibadah ’naik haji’. Tau Lotang ini juga berkumpul di sebuah wilayah di Kabupaten Wajo setiap awal Januari.
Sumber: exploresouthsulawesi.com, portalkui.blogspot.com
Kategori | Jumlah |
---|---|
Wisata Alam | 49 |
Wisata Buatan | 21 |
Wisata Budaya | 23 |
Taman Nasional | 3 |