KABUPATEN BANJAR, Kalimantan Selatan
Pada masa penjajahan Belanda masjid ini pertama kali didirikan. Pada waktu itu masjid ini masih bernama Masjid Jami’ Martapura. Struktur utama Masjid Jami’ Martapura terbuat dari kayu ulin. Kayu ini digunakan sebagai bahan baku untuk dinding dan lantai masjid. Sementara atapnya berupa atap tumpang yang berbentuk limas segi empat dan meruncing seperti kerucut. Atap tumpang ini ditopang oleh empat buah tiang penyangga yang sebut dengan soko guru dengan tinggi tiang sekitar 12 m. Masjid Jami’ Martapura ini mengikuti arsitektur dari Masjid Agung Demak. Memang Kerajaan Banjar menjadi Kesultanan berkat usaha dari utusan Kerajaan Demak, Khatib Dayan yang juga seorang ulama. Khabib Dayan inilah yang mengislamkan Sultan Pertama Kerajaan Banjar, yaitu Sultan Suriansyah. Masjid Jami’ Martapura sempat mengalami tiga kali masa renovasi. Setiap kali renovasi masjid ini mengalami perubahan arsitektur. Hingga renovasi terakhir yang hanya menyisakan soko guru dan mimbar dari masjid yang asli. Seiring dengan pergantian arsitektur masjid yang lebih mengarah ke arsitektur Tengah Tengah, masjid ini juga mengalami pergantian nama menjadi Masjid Agung Al-Karomah pada tahun 2003. Pergantian nama ini dilakukan tepat pada hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Ketika anda mengunjungi Masjid Agung Al-Karomah, maka anda akan disambut dengan gapura dengan arsitektur khas Islam seperti pintu yang berbentuk busur setengah lingkaran. Dibawah gapura ini terdapat dua pintu keluar-masuk untuk kendaraan bermotor. Ditambah dengan dua pintu kecil yang bisa digunakan oleh pejalanan kaki untuk memasuki lokasi masjid. Bangunan masjid yang paling kontras terlihat adalah kubahnya yang berbentuk seperti bawang. Kubah ini ditutup dengan batu marmer berwarna biru dan hijau dengan pola yang indah. Sementara dinding masjid itu sendiri berwarna krem. Total ada 7 buah kubah yang menjadi atap masjid dengan 3 kubah utama pada bagian tengah bangunan dan 4 kubah yang lebih kecil mengelilingi setiap sudutnya. Disalah bagian depan masjid ini berdiri sebuah menara. Jelas sekali terlihat menara ini mengadopsi arsitektur modern. Karena tidak ada tangga atau teras pengamatan yang biasanya digunakan untuk mengamati hilal (bulan sabit muda pertama) untuk menentukan awal bulan Ramadhan. Kalau diperhatikan menara ini lebih mirip piala ketimbang berbentuk menara tradisional. Ketika anda memasuki dalam masjid, maka akan terlihat keseluruhan lantai masjid yang tertutup dengan marmer. Tepat pada bagian dalam 3 kubah utama tergantung lampu hias. Langit-langit kubah ini dicat berwarna biru dengan. Ada sekitar 9 tiang penyangga yang menahan berat masing-masing kubah utama. Ada banyak sekali tiang penyangga yang ada didalam masjid. Namun yang paling berbeda adalah 4 tiang penyangga yang ada pada bagian tengah. Keempat tiang penyangga ini atau yang disebut juga soko guru adalah tiang asli peninggalan masjid sebelum direnovasi. Jika anda maju lagi kedalam tidak jauh dari soko guru terdapat ruang besar tempat Imam memimpin shalat. Dibagian ini juga diletakkan mimbar peninggalan masjid sebelumnya. Mimbar ini terbuat dari kayu dan dicat berwarna putih. Ada tangga pada bagian depan mimbar tempat Imam naik keatas kursi pada saat hari Jum’at. Mimbar ini dipenuhi dengan ukiran pada bagian depannya begitu juga yang terdapat pada bagian samping tangga. Tentu saja selain dari soko guru dan mimbar yang merupakan peninggalan dari masjid yang lama, Masjid Agung Al-Karomah sangat berbeda sekali dengan masjid aslinya. Sejauh mata memandang anda hanya bisa melihat beton yang ditutupi marmer dengan beberapa ornamen besi disana-sini.
Sumber : http://bappelitbang.banjarkab.go.id/wisata/destinasi/informasi/15
Kategori | Jumlah |
---|---|
Wisata Alam | 22 |
Wisata Buatan | 7 |
Wisata Budaya | 13 |
Taman Nasional | 0 |